Saturday, March 19, 2016

BATIK CAP Madura - jadul (3)

SAMPEL 3
Nama batik        : Batik Madura
Jenis kategori    : Kain Panjang perempuan.             

Dimensi             : 254 X 110 cm
Warna dominan : Hijau (ocean green)
Warna variasi    : Carmine Red - Brown - Purple - Putih warna dasar kain

Kondisi              : baik
Sesi potret         : outdoor - pagi hari

Corak ornamen : simbolis dan ikon
Bahan                : Katun / cotton


Deskripsi :
Dibanding dengan dua sample batik tulis sebelumnya. Batik madura yang tampil kali ini agak lebih sederhana pada penyajian visual ornamen. Agak lebih minimalis secara penyajian porsi gambar karena berupa pengulangan alur vertikal bolak-balik (sisi lebar) sepanjang bentuk persegi utuh. Kesan-nya agak monoton. Ditengarai karena merupakan batik proses cap. Sangat mudah mengenali dari kemiripan dan porsi sama pada corak motif-nya. Warna identik warna khas alam...coklat dan hijau.Lis-lisan berupa garis hampa tanpa motif imbuhan. 






tidak terdapat nama pabrikan... hanya tera nomer produksi, semacam SNI : 000000069

Penampakan keseluruhan kain... motif cap terlihat dari pola repetitif.. pengulangan alat cap.


Cara mudah menandai batik tehnik Cap adalah dengan memerhatikan seksama pada beberapa sambungan gambar. Biasanya terdapat garis yang tidak simetris. Dan ini kewajaran sebab presisi dalam penempatan alat cap bisa melenceng sepersekian mili.Terutama pada bagian yang harus disambung. 

Pada bagian ini juga kurang presisi... terdapat jarak renggang pada gambar yang dilingkari warna kuning.

Lis-lisan tunggal. hanya menyisakan ruang kosong selebar 1-1,5 Cm tanpa ragam ornamen penghias dan ditempatkan pada bagian sisi lebar.  Sementara pada sisi tepi panjangnya tetap ditimpa media cap.


Kini mari coba membahas secara rinci detil pesan simbol dengan langkah terjemahan berdasarkan rujukan berbagai referensi dan ilmu dasar gambar. Imajiner dan sekaligus imajinasi. Tentu saja, ini merupakan upaya memaknai bahasa simbol-simbol. Mengingat gaya penampilan batik Madura ini sangat total ikonik. Tidak menyuguhkan rambu-rambu realisme. Bisa saja terjemahannya meleset. Syukur kelak bisa ditemui nama identik pakem ini dan maksud tersirat bahasa ikon yang dikandungnya.


Sesuai runut lingkaran, Jika diperhatikan sangat mungkin merujuk jenis flora dan fauna. Dimulai dengan helai daun besar dengan format menjari dan tentunya kelopak sekar. Lalu beberapa hewan/fauna. Yang dalam hal ini di-SAMAR-kan penampilannya. Ikonik fauna paling bawah kemungkinan burung, lalu kelompok hewan berkaki. berikutnya kelompok binatang melata. bunga dengan kelopak besar 4 helai kemungkinan merujuk bunga cikal bakal buah. Termasuk paling atas mungkin megarah pada buah masak (merah) lengkap dengan tangkai dan geliat sulur.. motif-motif patra.
Penyamaran ini kemungkinan juga acuan berlandaskan metode syar'i pesan Islami. Sebagaimana aplikasi pada metode dakwah awal para sunan Kalijaga (tanah Jawi)  melalui mediasi pertunjukan wayang. Wujud-wujud obyek profil penokohan wayang tidak dilihat langsung nanar dilihat netra. Namun dinikmati melalui kelir  (bentang layar kain) wujud profil 2 matra itu bahkan hanya dinikmati bayangan-nya saja.

Well, 
untuk memudahkan tahap lanjut terjemahan berikutnya. Satu porsi bingkai tampilan gambar ikon itu sengaja saya crop. Menandai dengan beberapa poligon aneka bentuk. Menyesuaikan porsi keseimbangan kiri-kanan. Sebagai panduan pendukung agak semakin eye-catching. Mudah dipahami secara perlahan.
Posisi puncak ternyata di tempati bintang tunggal (sudut 5). Berbintik putih dengan penegasan bintang kecil lagi ditengah-nya. Esensi-nya merujuk pada pesan religius. Sebagaimana penempatan sila pertama di lambang Garuda pancasila. "pengukuhan dalil KeTuhanan" selalu menempati urutan awal. Berada pada puncak tertinggi. hal ini sangat sejalan dengan struktur bangun tubuh manusia itu sendiri. Bahwa cakra puncak berada di kepala. Bahkan warna aura selalu identik putih. Warna harkat kesucian. Hingga turun ke jenjang dibawahnya jika disinergikan pada ajaran Tantra. Jadi secara keseluruhan motif dan corak ikonik sebenarnya mengacu pada filosofi kehidupan. Bisa dimaknai sebagai ajaran dan nilai Falsafah hidup yang di anut masyarakat di bumi Madura.
kayon versi Sunan Kalijaga
Bahkan jika dikaitkan dengan pesan moral falsafah hidup tembang macapat aransemen sunan Kalijaga masih ada korelasi-nya. Sebagaimana ujaran bait tembang "Lir-ilir". Lir-ilir...Lir-ilir, Tandure wis sumilir...Tak ijo royo-royo.. tak senggo temanten anyar..Cah angon-cah angon penekno Blimbing kui. Jika di translasi bahasa artinya kurang-lebih "Bangunlah..bangkit!.. Tanaman sudah bersemi.. Demikian menghijau bagai pengantin baru.. Anak gembala, anak gembala panjatlah (pohon) belimbing itu". Memanjat pohon belimbing untuk memetik buah, dalam syair lagu ini bukan tanpa maksud. Ini adalah aktivasi vertikal abdi dan Sang Pencipta. Habblum-minallah. Bahkan secara konotasi belimbing jika buah-nya dipotong akan terbentuk pola Bintang.
Menarik bukan? Setidaknya mulai terkuak dari maksud motif corak madura ini. Amati lagi pada gambar. Pola bintang tunggal di puncak dan pasangan kiri-kanan..blok-blok poligon tadi secara tidak langsung akan memperlihatkan struktur bangun model stupa. Atau jika disinergikan wacana dakwah islami (versi sunan) mengarah pada bentuk Gunungan. Yang dalam pewayangan disebut atribut Kayon. Gunungan versi gubahan sunan Kalijaga disebut Blumbangan. Sedang pada zaman Kartasura diubah lagi menjadi Gunungan Gapuran. Gapuran konotasi mudahnya adalah gapura, gerbang. Lorong masuk dari suatu pentas/ ajang kehidupan. Dalam hal ini kandungan filsafat melambangkan tatanan luhur peradapan bangsa sejak masa lalu.

Poin berikutnya, mengapa dominasi latar kain pilihan hijau. Sangat besar korelasi-nya dengan kutipan bait syair Lir-ilir. "tak ijo royo-royo...". Hijau adalah perwujudan warna bumi, Kelimpahan, kesuburan hingga keseimbangan.  
Selanjutnya keterangan tambahan diwakili via lampiran zoom foto. 


Motif puncak di awali Bintang. terkait dengan azas keTuhanan
Akan lebih menarik jika dihubungkan dengan ungkapan di bawah ini :
Tradisi falsafah Jawa yang mengutamakan pengolahan jati diri melalui  praktek-praktek meditasi dan mistik dalam mencapai kemuliaan adalah satu sumber utama penciptaan corak-corak batik tersebut selain pengabdian sepenuhnya kepada kekuasaan raja sebagai pengejawantahan Yang Maha Kuasa di dunia. Sikap ini menjadi akar nilai-nilai simbolik yang terdapat di balik corak-corak batik menurut Djajasoebrata (dalam Anas, Biranul, 1995: 64)

Ikon ke-2 ini jika dikaitkan cuplikan "... pengabdian sepenuhnya kepada kekuasaan raja sebagai pengejawantahan Yang Maha Kuasa di dunia"
Bisa jadi merupakan hakikat kekuasaan/penguasa/raja yang dilambangkan dengan mahkota (crown) berhias tatah batu mulia, ratna mutu manikam. Merah diposisi tengah mungkin menandakan batu mulia yang dikenal sebagai Mirah Delima (Ruby). Dalam lintas multi peradapan lama telah di kenal sebagai Perhiasan para Raja. 

 Tafsiran ikon ke-3 ini agak membingungkan. Tapi prediksi saya lebih mungkin sebagai gambaran mahkota perempuan/permaisuri. Sebagai konsep pasangan dalam mahligai kebersamaan mahluk yang tidak bisa berdiri sendiri. 5 Tegakan penghias dengan pentulan  ungu lebih menyerupai arnal. Atau layaknya hiasan kembang goyang pada sanggul pengantin perempuan (raja&ratu sehari). Juga identik merekah-nya ekor burung merak sebagai citra keindahan.
Ikon ke-4 persis dibawahnya lebih menyulitkan lagi penafsirannya. Simbolis sangat tersirat. Samar dan gamang. Penyatuan 2 bagian ikon gambar yang utuh tapi ada bagian dibuat terpisah. Yaitu pada warna merah. Merah pengejawantahan energi, hasrat, perwujudan cinta dan semangat erotisme. Saya cenderung memaknai sebagai ikon genital manusia. Hirarki pada konsep yoni-lingga. Lingga adalah warna merah oval yang berdiri sendiri. Yoni digambarkan sebagai wadah tangkup dengan 2 oval warna merah yang menyatu, bersambung dengan 2 rupa lembar daun hijau. Ditengarai sebagai simbol kesuburan - realitas keberlanjutan proses temurun regenerasi.

Ikon ke-5 : Terlihat jelas sebagai rupa graha. Bangunan tempat bernaung. Bisa juga dimaknai sebagai simbol tegaknya istana bahkan konotasi negara atau bumi pertiwi. Berakar kuat pondasi yang menancap tanah terlihat dari konotasi simbol kuku (ingat : pondasi cakar ayam). Di-apit sepasang rupa sayap persis gambaran pada kayon wayang tadi. Rupa ikon sayap ini seperti wujud rupa Praba, yaitu atribut terbang pada punggung wayang yang memiliki kemampuan terbang (misal : GatotKaca). Dimaknai sebagai kemampuan ber-daya jelajah jauh demi kejayaan. Refleksi tanggung jawab dan  kemakmuran suatu nagari. Atas geliat perjuangan meluaskan pengaruh wilayah kekuasaan. 

No comments:

Post a Comment