Saturday, May 18, 2013

Kelewang Sasak

Citra senjata khas Sasak ada berbagai macam ragam. Secara garis besar di bedakan dalam 3 kategori :
  • senjata tikam / stabbing weapon
  • senjata tetak / chopping weapon
  • senjata tusuk / piercing weapon.
Senjata tikam meliput berbagai jenis pisau maupun purna rupa keris. Salah satu jenis pisau yang bisa ditemui di etalase pajangan Museum NTB, terdapat pisau dengan bentuk mengadopsi rupa badik. Artinya secara tehnik serang lebih dititik beratkan pada tabiat hujam sesuai dengan ujung runcing-nya. Dan bermata bilah tajam di satu sisi bilah. Dan dapat mengandalkan sabetan.
Lalu untuk senjata tetak. demikian juga pada bilah hanya terdapat satu sisi tajam. Bentuknya diwakili oleh varian pedang, kelewang dan parang. Gaya penggunaan tentu pada tehnik tebas. Lain halnya dengan senjata tipe tusuk. Rana sajam khas Lombok lebih di dominasi oleh pelbagai senjata yang disebut Cundrik. Berupa logam lurus dengan dimensi ujung tajam. Untuk kalangan manula, biasanya dirupa samarkan dengan sarung bentuk tongkat. Lurus memanjang. Konon pada masa lalu bagi kalangan tetua, yang bepergian masuk hutan mencari sumber pangan, mereka persenjatai diri demi antisipasi gangguan hewan liar/ganas yang bisa membahayakan keselamatan diri.
Beda lain tipe senjata tusuk yang di sandang kaum bangsawan. Tampilan Cundrik tidak terlampau panjang menyerupai tongkat berjalan. Dibikin sedikit lebih pendek, menyerupai tongkat komando. Meskipun secara fungsi hampir sama dengan tehnik hujam badik. Salah satu referensi mengatakan muasal lafal cundrik (di eja sundrik) sebenarnya juga masih bermuara pada bentuk rupa senjata khas asal Sulawesi yang disebut Salapu. Yaitu tipe badik dengan kedua mata bilah tajam di sisi-nya. Salapu sendiri untuk kalangan masyarakat Bima lebih dikenal dengan istilah Sonri.

Kembali pada tema Judul...,
Kelewang sasak, yang pada inset atas adalah hasil jepretan saya di etalase Museum NTB. Jajaran benda etno khusus sajam. Secara bentuk adalah pedang. Sebagian menyebut sebagai kelewang Sasak. Ciri unik terutama pada bentuk bilah yang sedikit membengkok. Pangkal hulu memakai bahan tanduk dan umum-nya di bungkus logam bahan perak. Hulu tipe ini disebut Garuda Mungkur.
Yang menjadi lain, bagi anda yang berkesempatan menyaksikan langsung di etalase museum NTB. tentu akan anda dapati 4 bilah pedang. Tanpa di lengkapi sarung/gandar. Pada sisi bilah di hiasi grafir kaligrafi huruf arab. Konon dipakai sebagai senjata dalam epos sejarah perlawanan terhadap kaum penjajah, Belanda. Bisa jadi rangkaian ayat copas kitabullah yang mungkin menebar aura, bagi penyandang-nya akan tampil lebih berani di medan laga.
Saya pribadi masih riskan untuk mengambil konklusi tentang ke-aslian grafir tadi. Entah sekedar kaligrafi ataupun berupa perca racik ajimat. Pasalnya begini-ni...,
Dikatakan sebagai benda lama yang mungkin terlahir di kisar rentang tahun 1700-1800. Tehnik grafiran yang tertera di jajaran pedang tadi terlalu rapi. Mestinya klo melihat perkembangan dan tehnologi budaya menulis saat itu, sangat kontras. Antara bilah yang legam dan kerikan/grafiran tehnik dangkal terasa ada beda warna, Huruf arab (hijaiyah) terliat grafir baru. Terlihat nuansa alur terang. Mestinya kalau grafiran tipe lampau biasa agak tidak terlalu rapi. Secara mudah terbaca dan sesuai edar waktu tetap menyatu dengan warna bilahnya. Ini sih alibi bahan observasi awal saja.
Tafsiran kedua, beralih pada pengamatan berbagai jenis pedang Sasak yang masih ditemui di-luaran. Baik yang masih tersimpan oleh aseli pemiliknya maupun yang beredar di tangan para penjual barang antik. Sangat jarang, bahkan gak pernah saya lihat bilah pedang sasak memiliki grafiran kaligrafi arab. Semua selalu bilah polos. Hanya dibedakan pada varian pamor bilah saja. Hasil pola tehnik tempa oleh para empu pembuat-nya.
Di kesempatan lain saya pernah konfirmasi pada satu rekan di Lombok Timur, yang selain gandrung di sinyalir beberapa senjata khas Lombok berasal dari sana. Penjelasan singkat. di wilayah sakra konon pedang ini disebut Cacaran. Semakin saya bingung dibuatnya. Sebab bagi kalangan komunitas bali, cacaran merujuk pada keris dengan dapur tersendiri. Debut lokal hindu bali yang menyebut dapur pasopati. Entahlah mana yang benar. Karena sesuai perkembangan nuansa budaya begitu banyak faktor akulturasi. Sehingga bisa jadi turut mewarnai juga dalam perkembangan benda etnografis khas sasak-Lombok.

Berikut saya sertakan beberapa dokumentasi foto pedang or klewang sasak, Spesikasi terliput :
  • over all-length with sheath : 64 Cm
  • blade's length : 42.5 Cm
  • Hilt length : 14 Cm
  • Hilt model : Garuda Mungkur
  • blade motif/ pamor : Pancoran
Note : pada sarung, terutama pada bagian hilt/hulu sudah tidak terdapat cover perak. Pastinya telanjang. Bisa jadi pada tahap urut sekian pemilik telah menguliti rupa samak. Hal yang sebenarnya patut di sayangkan. Apalagi kalau ternyata hal itu dilakukan sekedar ingin menjual lempeng perak-nya saja. Di-lego demi sejumlah nominal rupiah yang justru mengurangi kadar estetika sang pedang antik.









Wednesday, May 8, 2013

duo keris Madura....,

Selayang pandang. Konon dari pemilik terdahulu merupakan warisan dari temurun bebuyut asal Madura. Sekalipun secara totalitas fisik masih tetap menganut pakem khas Jawa. Bagian pangkal gandar atau yang dikenal sebagai angkup, tampak tidak menyerupai angkup khas madura. Biasanya model angkup tidak terlalu melebar plus hias ragam ukir.
Alasan yang paling mendasar, bisa jadi ini memang keris jawa yang kemudian di warisi oleh garis temurun keluarga asal regional Madura. Lalu terbawa dalam alur hijrah silam ke tanah Lombok.
Tampil dengan spesifikasi pembeda. Kedua-nya tipe bilah lurus. Model Ladrangan berwarangka lebih panjang. Kayu legam coklat dengan jenis belum teridentifikasi jelas. Gandar terbuat dari kayu utuh, bukan tipe sambung apit. Mendak tunggal bahan kuningan. Hulu terbuat dari gading dengan bentuk handel agak pipih dan berukir khas. Pola sulur (tanaman rambat) serta daun ber-gerigi. Bilah berpamor kusam dengan bangun mendekati khas hunus Pasopati. dan memiliki alur bungkul di garis tengah bilah. Menurut pitutur pemilik dulu sekedar sebagai benda pajang. Mengarah ikon keris Tayuhan.

Model Gayaman, memiliki size lebih pendek. Tipe kayu tidak diketahui pasti. Warangka terbungkus pendok berbahan perak minor hias ukir. Hunus bilah berpamor adeg mrambut dan tipe ganja iras, yaitu berupa alur garis linier yang membentang sekujur bilah hingga menyentuh bagian ganja. Mendak, berupa 3 tumpuk cincin. Tengah bahan kuningan dengan tipikal gerigi tajam. Diapit 2 cincin selut besar-kecil dengan varian hias pernik batu intan. Beberapa butir terlihat copot dari pakem cekah-nya. Bagian hulu terbuat dari bahan Tanduk (horn) dengan formasi ukiran yang cukup detil, complicated dan rumit. Sekaligus menyimpan aura keindahan yang menawan. Performa yang 'kecil' menyerupai purna rupa badik sulawesi. Sehingga wajar kalo dikatakan pernah menjadi keris tipe Ageman. Tipe sandang yang amat comfortable... tidak gamblang terlihat. Karena mudah diselip tersembunyi.




hulu gading, dan formasi pola patra (daun & sulur)

hulu tanduk - pola ukir dan butiran intan pada selut

proses membersihkan bilah.....,
Yuk, amati data spesifikasi tiap keris ;

Data Keris panjang
Overall blade : 43 Cm
length of blade : 31 Cm
Hilt material : carving Ivory
size of hilt : 8.5 Cm
type of blade : straight
Pamor : un-known
Dapur : Pasopati
Ring : Single brass-ring.

blade's length 31 cm







posisi imbang vertikal
Data keris Kecil
Overall blade : 27 Cm
length of blade : 17.5 Cm
Hilt material : carving horn
size of hilt : 6 Cm

type of blade : straight
Pamor : Adeg mrambut (hair-line)
Dapur :  ----
Ring : triple brass-ring with dual ring filled Diamonds



over all length 27 Cm


pamor adeg mrambut... ganja iras (tanpa ganja.. menyatu dengan bilah)


duo keris dan posisi imbang vertikal