Susah-gampang, membedakan kategori keris Replika. Karena ini bisa menyangkut beberapa faktor penentu. Kesempatan studi kali ini saya khususkan pada kasus peredaran keris Lombok. Replika bisa dimaknai sebagai keris yang benar-benar baru. Seluruh bangun keris mencakup produk bilah & sarung warangka, beserta asesoris perlengkapan keris (pendhok, selut,mendak). Bisa dikatakan sebagai paritas baru muncul. Tanpa ikatan sejarah tertentu. Diproduksi masal akibat pemenuhan kebutuhan barang suvenir. Lebih ber-konotasi sekedar "hiasan". Tidak murni tercipta sebagai kredibilitas "senjata". Layaknya eksistensi keris tua & antik garapan para Mpu sesuai jaman-nya.
Fenomena daur edar replika keris juga diwarnai status 'keris Rakitan'. Beberapa item keris mengalami proses pembaharuan sekaligus pembauran berbagai pernik sertaan. Di racik dengan sekena-nya oleh para pengrajin. Kadang menyalahi pakem standar yang ada. Bagi kolektor aliran 'purist' konsep rancang-bangun ini dianggap salahi kode etik. Kontaminasi bagi nilai historis dan estetika budaya keris itu sendiri. Sekalipun tidak mutlak, sebab kalangan lain punya asumsi lain.
Temuan jenis rakitan ini bisa beragam. Umumnya bilah keris tua dipasang pada warangka baru. Terlebih sisipan asesoris. Berbagai 'kreatifitas' padu-padan muncul dari si pengrajin. Adapun kasus Replika, demi dongkrak nilai jual. Penampilan kian dipercantik, bilah apa adanya dipermak sedemikian rupa. Menggunakan kayu warangka bahan pilihan. Terlebih dulu didandani dengan asesoris indah. Sehingga performa hasil menawan. Untuk tipe "rakitan" juga ada yang mengalami tradisi prosesi make-up. Sah saja, karena kembali pada apresiasi per-masing oknum kolektor. Notabene buyer. Bahkan terkadang, kreatifitas mix-match ini bisa di order. Pemilik resmi permak keris sesuai model yang di-inginkan. Retouch... oleh para mrranggi ataupun pengrajin terkait.
ikutin segmen gambar dan narasi di bawah ini. Keris ber-pendok adalah jenis REPLIKA. Sengaja saya sejajarkan dengan keris Lombok yang lebih besar. Sebagaimana referensi umum, keris Lombok berukuran besar dan miliki size antara 58 cm hingga 71 cm. Untuk melihat detil spesifikasi bisa lihat di SINI
yuk bahas per-segmentasi.....,
Fenomena daur edar replika keris juga diwarnai status 'keris Rakitan'. Beberapa item keris mengalami proses pembaharuan sekaligus pembauran berbagai pernik sertaan. Di racik dengan sekena-nya oleh para pengrajin. Kadang menyalahi pakem standar yang ada. Bagi kolektor aliran 'purist' konsep rancang-bangun ini dianggap salahi kode etik. Kontaminasi bagi nilai historis dan estetika budaya keris itu sendiri. Sekalipun tidak mutlak, sebab kalangan lain punya asumsi lain.
Temuan jenis rakitan ini bisa beragam. Umumnya bilah keris tua dipasang pada warangka baru. Terlebih sisipan asesoris. Berbagai 'kreatifitas' padu-padan muncul dari si pengrajin. Adapun kasus Replika, demi dongkrak nilai jual. Penampilan kian dipercantik, bilah apa adanya dipermak sedemikian rupa. Menggunakan kayu warangka bahan pilihan. Terlebih dulu didandani dengan asesoris indah. Sehingga performa hasil menawan. Untuk tipe "rakitan" juga ada yang mengalami tradisi prosesi make-up. Sah saja, karena kembali pada apresiasi per-masing oknum kolektor. Notabene buyer. Bahkan terkadang, kreatifitas mix-match ini bisa di order. Pemilik resmi permak keris sesuai model yang di-inginkan. Retouch... oleh para mrranggi ataupun pengrajin terkait.
ikutin segmen gambar dan narasi di bawah ini. Keris ber-pendok adalah jenis REPLIKA. Sengaja saya sejajarkan dengan keris Lombok yang lebih besar. Sebagaimana referensi umum, keris Lombok berukuran besar dan miliki size antara 58 cm hingga 71 cm. Untuk melihat detil spesifikasi bisa lihat di SINI
yuk bahas per-segmentasi.....,











Kini beralih studi singkat, observasi pada keris rakitan yang pernah saya jumpai. Terdokumentasikan sebagai bahan wacana pembanding. Image foto dibawah ini adalah spesies keris lurus. Bangun struktur tubuh mengungkap persyaratan keris Lombok. Tapi apa layak?
Faktanya begini, gambar 2 & 3 menunjukkan bahwa bilah keris ini adalah garapan tehnik tempa. Pamornya kian usang karena terlalu renta usia. Sebagian motif telah rontok. Bisa karena perlakuan simpan yang tidak memadai. Terlalu lama 'telanjang' tanpa cover warangka. Berubah sejalan gejala pengaruh cuaca. Alibi ini saya perkuat dengan indikasi bangun Danganan tipe baru.
Amati jeli foto 1, hulu/gagang terlalu kecil. Gak serasi dengan panjang hunus bilah. Secara size ideal, mestinya kenakan hulu tipe Bondolan yang lebih besar. Seperti kaji foto studi keris Replika diatas tadi. Hulu ukuran 8cm (liat skala banding) hanya serasi dengan hunus bilah sepanjang 30-an Cm. Keris ageman kecil.
Faktor janggal lain, material hulu & warangka yang dipake BUKANlah Berora Pelet. Melainkan kayu jenis lain. Entah jenis apa. Hanya mengalami sentuhan olah motif buatan. Tehnik gosong... sudut jilatan api. Kemudian diperhalus dengan tehnik gosok ampelas. Terlampau mudah di kenali, sebab motif terlihat tidak alami. Motivasi reka-reka... rekayasa!!!
Sejauh ini, sepakatkah anda sekalian dengan opini tadi. "bagaimanapun status keris built-up memang lebih mumpuni dan ber-kharisma". Sekaligus jadi bahan renungan bersama. Konservasi benda etnografis memang dilematis. Hendak dirakit-pun butuh kualitas bahan yang seimbang demi penyetaraan performa ideal. Penyatuan kandungan tatanan filosofis terhadap karya leluhur.
Dan seiring waktu, keberadaan Berora pelet kian langka. Jika saja para generasi dan kawula gumi sasak peduli ini. Diakui atau tidak, mampu menjaga khazanah budaya keris berarti sekaligus ikut dalam partisipasi konservasi HIJAU.
Salam peduli.....,
Faktanya begini, gambar 2 & 3 menunjukkan bahwa bilah keris ini adalah garapan tehnik tempa. Pamornya kian usang karena terlalu renta usia. Sebagian motif telah rontok. Bisa karena perlakuan simpan yang tidak memadai. Terlalu lama 'telanjang' tanpa cover warangka. Berubah sejalan gejala pengaruh cuaca. Alibi ini saya perkuat dengan indikasi bangun Danganan tipe baru.
Amati jeli foto 1, hulu/gagang terlalu kecil. Gak serasi dengan panjang hunus bilah. Secara size ideal, mestinya kenakan hulu tipe Bondolan yang lebih besar. Seperti kaji foto studi keris Replika diatas tadi. Hulu ukuran 8cm (liat skala banding) hanya serasi dengan hunus bilah sepanjang 30-an Cm. Keris ageman kecil.
Faktor janggal lain, material hulu & warangka yang dipake BUKANlah Berora Pelet. Melainkan kayu jenis lain. Entah jenis apa. Hanya mengalami sentuhan olah motif buatan. Tehnik gosong... sudut jilatan api. Kemudian diperhalus dengan tehnik gosok ampelas. Terlampau mudah di kenali, sebab motif terlihat tidak alami. Motivasi reka-reka... rekayasa!!!
Sejauh ini, sepakatkah anda sekalian dengan opini tadi. "bagaimanapun status keris built-up memang lebih mumpuni dan ber-kharisma". Sekaligus jadi bahan renungan bersama. Konservasi benda etnografis memang dilematis. Hendak dirakit-pun butuh kualitas bahan yang seimbang demi penyetaraan performa ideal. Penyatuan kandungan tatanan filosofis terhadap karya leluhur.
Dan seiring waktu, keberadaan Berora pelet kian langka. Jika saja para generasi dan kawula gumi sasak peduli ini. Diakui atau tidak, mampu menjaga khazanah budaya keris berarti sekaligus ikut dalam partisipasi konservasi HIJAU.
Salam peduli.....,


wuih.. seninya luar biasa.. bookmark deh.
ReplyDeletetahukah anda, saat ini indonesia sedang demam batu, tak ketinggalan batu kecubung asihan yang dicari banyak orang, konon batu kecubung tersebut memiliki khasiat batu kecubung yang ampuh untuk menaklukkan lawan jenis atau ingin mendapatkan pasangan idaman, jika anda juga ingin mendapatkannya klik DISINI>> kecubung asihan
Bro kemana saya bisa kirim foto?
ReplyDeleteSaya butuh bantuan identifikasi keria luk 15 warisan keturunan saya
Sy juga pecinta keris, tapi ilmu pengetahuan sy ttg keris itu sangat jauh mzh kurang...
ReplyDeleteBolehkah sy bljr...???
Krn qt tw sendiri bhw di lombok itu sngat trtutup utk prmslhan2 yg spt ini...
Kalo'pn ada, tapi jarang skali org yg btl2 faham ttg keilmuan dr sisi fisik kerisx, kbnyakn org lombok lbh mmahami dr sisi keilmuan ghaibx.
Kalo' boleh, sy ingin berdiskusi dengan pelungguh,