Friday, March 26, 2010

pedang Kumpeni... sisa jejak VOC di Lombok

Well,
Ada sedikit kontroversi batin, ketika saya bergelut upaya mengenal lebih dalam khazanah senjata tajam tradisional. Di bilangan populasi stok benda etnografis khas Lombok. Transisi ini perihal kaitan sejarah yang mewarnai lingkup latar belakang redaksional dan minimnya referensi. Termasuk lintas peradapan metalurgi di kancah literal-internal. Bahwasanya, terdapat pula 'peninggalan' lain yang merupakan kilas balik sejarah penetrasi era kolonialisme. Jaman halelepang.... comot istilah bendahara kamus lokal. Menyebut masa dahulu... era bahula.

Salah satunya adalah pedang khas milik pasukan VOC, KADIN-nya pemerintah hindia Belanda. Mestinya sebagai status "barang-bukti" otentik, menurut hemat saya, layak di simpan dalam jajaran koleksi purbakala di etalase museum. Tentu bukan semata demi alibi tujuan mengenang luka, memoir of colonizing. Namun anggap saja seolah bagian kurikulum PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa).
Di poin ini saya kerap dibikin gamang, buntu tanpa pintu solusi. Kerap dalam kunjung Museum-NTB gak pernah sekalipun terpampang icon sejarah kolonial. Bahkan sekedar foto-foto dokumentasi, semisal makam jenderal Van Ham. Tertampang murni cuma perwakilan paritas 'paras' asli NTB. Kontras dibanding museum di Jawa, katakan malang, masih menyimpan salah 1 dari 3 dari bukti penting rentetan sejarah kelam aksi romusha. si Gerbong Maut.

Kembali tema 'pedang' kumpeni,
Sekilas jadi pengingatkan saya pada atribut sandang para centeng in-lander di film si Pitung. Segmen sertaan foto adalah koleksi rekan di Lombok Timur. Panjang keseluruhan kurang dari 80 cm. Bilah tajam pada ke-2 sisi. Fungsional tebasan 2 arah. Punya garis lis tebal pada tengah bilah ('ada-ada' istilah keris). Pakem ricikan juga ditandai pada pangkal bilah dengan bentuk simpel. Bilah cenderung melengkung dan kian tirus pada ujung.
Pengaruh pernik rasa 'eropa' lebih terasa pada tampilan gagang. Bungkul lis kurve proteksi genggam tangan. Bahan campuran tembaga padat. Material kayu pada hulu terdapat alur garis gunduk. Guna perkuat posisi kokoh cengkram tangan. Persis model danganan (hulu) khas keris lombok versi Cekahan. Tipe hulu yang memang di peruntukan standar bagi kaum prajurit.
Garapan material logam pada bilah lebih halus. Tanpa alur pamor. Mungkin sebagai relevansi tingkat penguasaan tehnologi metalurgi yang terkuasai. Sarung warangka lengkap ber-cover bahan tembaga dan campuran perak. seperti halnya pendok pada keris. Non ornamen.... sangat sederhana.

Dipasaran kios penjual benda antik jenis pedang VOC kadang masih bisa ditemukan. Hanya saja jumlahnya kian minim. Ter-eliminasi minat dibanding jajaran benda antik lainnya. Dari sekian spesies yang saya temukan dominan afkir. Rusak bobrok akibat rayap pada kayu warangka. Cacat kondisi parah. Kebanyakan status kudu di restorasi. Sedikit singgung dialog dengan para penjual, hampir tuai statemen sama. Bukan termasuk kategori item yang di buru para kolektor. Tanpa alasan jelas.

Sejauh ini saya masih tiba pada asumsi datar. Apakah benda ini termasuk spesies yang wajib di singkirkan. Akibat konotasi jalin sejarah lampau. Dendam ketertindasan. Tidak termasuk dalam skala cantum citra diri, cermin muasal etnografi karya leluhur. Sehingga kolektor lokal-pun ikutan berpaling. Dianggap alergy-symbolic..., who knows!

*(setidaknya jadi poin penyeimbang pepatah laris "Islam ditegakkan dengan pedang".... kini bisa di sepakati bahwa "VOC memperkuat kedudukan di koloni tanah jajahan JUGA identik dengan pedang")

* Menilik lebih jauh, pedang jenis ini mengingatkan pada aneka tipe yang digunakan pada acara seremonial militer. Seperti juga model hulu pada pedang olahraga anggar. Beberapa fungsi kini, model bentuk pedang ini juga tampak dipakai sebagai atribut kesenian rudat. Simbol semangat akulturasi budaya lokal dan luar ,hampir di sebagian wilayah nusantara.



sword VOC in RED's back-ground...





Kini, bandingkan penampilan Kelewang, pedang khas Lombok
Lebih menawarkan rasa etnik, baca lebih detil di SINI

Tuesday, March 23, 2010

studi keris Replika (2)

Dikatakan,
khazanah perkerisan di Lombok juga tidak bisa lepas dari pakem keris Jawa. Sekelumit alur sejarah masih dalam alur pakem yang sama dengan keris Bali. Beberapa waktu lalu menyempatkan diri jenguk museum NTB. Sekedar hasrat intip koleksi keris jawa yang katanya tersimpan sekian jumlah koleksi. Nyatanya saya sedikit kecewa, karena jenis yang ditampilkan tak lebih seperti sosok keris Replika biasa. Bilah penampilan hitam legam dengan ukiran warna emas. Saya agak sangsi, melihat tatahan ukir yang terlihat masih terkesan baru. Kasar... dengan lis-lisan tebal, tanpa indikasi usang oleh jaman. Sekalipun bentuk warangka lengkap pendok terlihat merupakan paritas lawas.

Dihinggapi jenuh, saya-pun meluangkan cermati keris milik saudara. Berupa replika kategori benda suvenir. mungkin juga sebagai ikon keris Tayuhan, sekedar barang simpanan. Dikatakan tipe Ageman juga gak pas. Maklum ukuran hulu terlampau mungil bagi telapak saya yang memang kecil.
Selanjutnya ikuti penjelasan via foto.....,



panjang gandar sekitar 24 cm,


luk 11, material bilah hitam dengan lis warna ke-emasan.
warangka lengkap angkup dikerjakan dengan material kayu utuh.
bukan garap tehnik belah 2 bagian warangka.




pesona pamor sekilas terlihat jelas bukan hasil tehnik tempa
sekalipun begitu masih mampu menampilkan kesan lapis cor bilah.



bagian bawah ganja terlihat ukiran,
garapan terlampau rapi... terkesan bahan material lunak



saya gak terlalu hafal tipe dapur, mungkin ini yang disebut Naga Kikik
gandik ukir motif srigala duduk sedang melolong




cukup detil... bahkan pada mulut srigala yang menganga tersemat
sebuah hiasan sirkon imitasi



selut & mendak di lengkapi batu-batuan permata imitasi
warna emas bukan sepuhan... sekedar pewarnaan cat biasa

Pemaje... pisau khas Lombok


Selayang pandang,

Pemaje bukan kategori senjata tajam. Sekedar sebagai alat pendukung keperluan rutinitas harian. Bukan fungsi tikam layaknya keris maupun belati khas tradisional lainnya. Tapi keberadaan-nya sebagai benda etnografi khas Lombok turut mewarnai khazanah ikonik budaya. Seperti pernyataan tidak resmi, referensi artikel di salah satu media. Ungkap seorang tokoh lokal menyebut dengan kelakar ringan. Pemaje adalah sekedar alat cungkil 'duri' yang menyusup di jari kaki. Pada pelaksanaan upacara adat sasak, kadang pemaje juga tampil sebagai asesoris wajib sandang. Cuma tidak seperti penempatan keris yang disematkan pada pinggang belakang. Pemaje kerap di sisipkan pada posisi depan perut. Rada miring terselip di ikat pinggang depan kain busana adat. Bisa ber-bilah tunggal maupun ganda (dual bahkan triple) dalam satu penampilan cover warangka. Secara umum tipe hulu model kecil, kurus-lurus. Lancip tumpul pada ujung hulu. Melebih ukuran satu genggam telapak. Bilah hanya pada salah satu asah miring tajam, sementara penampang sisi bilah lain sengaja dibikin datar. Antara bilah dan hulu terpasang semacam selut, pembungkus pangkal hulu. Warangka bisa terbuat dari berbagai pilihan bahan kayu, juga tanduk. Bisa polos maupun bermotif ukir. Khusus kayu, jenis khas yang dipakai hulu kerap pakai Berora Pelet. Temuan lain biasanya kayu Kemuning. Hal yang tidak "lumrah" sebenarnya. Namun sisi strata tampilan, kemuning cukup bagus sebagai penambah aura estetis. Terlebih berhias pendok material logam. Kian percantik performa. Berikut ada beberapa paritas contoh pemaje yang sempat terdokumentasi-kan.

pemaje model bersahaja.
Bilah adalah garapan masa kini,
baik hulu maupun warangka memakai kayu Berora Pelet.
varian warna kuning,coklat & hitam


model lain adalah pemaje yang biasa di pakai untuk keperluan harian, karena sekedar utamakan nilai fungsi, penampilan jadi gak menarik. Warangka sedikit gembung pada pangkal (pakem standar).. dan hulu memakai kayu berora pelet, tapi tidak diperhalus dan di pernis. Maklum bukan demi tujuan prestise... jamak ala kadar.



Yang ini Pemaje ber-warangka bahan tanduk.
hulu pakai kayu berora pelet dgn format linier tebal-tipis varian garis tipe ini disebut bebet kelinden *
bilah besi garapan masa kini. Namun tetap cantik



berikutnya pemaje "duo-blade"...
warangka bermotif ukiran - kayu tidak terdeteksi jenis
sekilas amati pangkal warangka merupakan pakem khas sarung pemaje, cembung melebar (seperti contoh pemaje no.2 di atas)
Paras unik terdapat pada hulu, menggunakan kayu berora pelet* polos serat alur, hanya berupa garis tipis ditengah. model hulu begini dianggap RARE. Hulu tipe langka!!!!

Key-Note :
* Berora pelet : kayu khas yang menjadi pilihan wajib untuk bangun warangka keris Lombok. Orang Jawa menyebutnya kayu Timoho. 'Pelet' sendiri merupakan pamor kayu.
* Bebet Kelindan : merupakan format linier, garis pelet pada kayu Berora yang terdapat pada hulu keris maupun pemaje. garis tunggal disebut bebet kelindan (foto pemaje ke-4), kalau multi garis disebut Bebet kembar (foto pemaje ke-3).


Referensi literasi karya Ir. H. Lalu Djelenga berjudul "Keris di Lombok"
halaman 340 perihal / pemaje...,

"Adalah alat kerja khusus tukang kayu untuk meraut. Tetapi akhir-akhir ini, bermula dari langka-nya keris, berkembang menjadi bagian dari kelengkapan berpakaian adat daerah Lombok. Rata-rata pemaja adalah buatan pande besi biasa".

Sunday, March 21, 2010

keris Sulawesi luk 7.. hulu gading


Description :
Full Length : 35 Cm
Warangka wood : Bira
Type of Blade : luk 7
Type of Hilt/handle : ekor lebah = Hornet tail with curved motive
Hilt material : ivory (elephant tusk)
Assesoris : mendak & selut
Pamor : No motive on the blade

At a glance :
This is a medium size kris from Sulawesi. In Sumbawa island specify in region of Bima (western of Sumbawa island) give a term as Saronggi. It consider as a complete a real structure of kris's performance. As a result there are some atributes parts included. Not only blade, scabbard and hilt. But also a 'copper-ring' set it on between the base of blade and the hilt. Known as kili-kili. All models of kris in sulawesi & sumbawa should be requared this part.

indo-version :
Keris ini berukuran medium, khas model Sumbawa juga Sulawesi. Istilah khusus wilayah kabupaten Bima menyebutnya Saronggi. Ini adalah satu contoh prototipe bangun keutuhan penampilan keris. Karena lengkap disertai kili-kili, yaitu asesoris penyerta antara bilah dengan hulu. 'Cincin' jenis ini menyatukan antara selut dan mendak. Berbeda dengan penampilan keris Lombok yang hanya memakai single asesoris berupa mendak tanpa selut. istilah sebut lokal 'ower-ower'. in-depth : secara fisik bentuk keris ini sama dengan model keris Sulawesi umumnya. Hanya terlihat agak asing pada pangkal bilah. Tampil tanpa bagian ganja. Jenis ini disebut ganja iras, bangun keris menyatu antara bilah dengan ganja. atau tanpa ganja. Garapan bilah seolah ala kadar. Pesi seolah sekedar di susupkan, lalu ditempa pada bagian pangkal bilah yang terlebih dahulu di pilah 2 bidang sebagai wahana jepit tegakan pesi. Tampak pada sisa tempaan material logam masih meninggalkan jejak pola garap. Seperti sudah pernah di rehabilitasi. Semata alibi dari kajian sederhana. Cermati pada pangkal bilah, tersisa format gandik tapi tanpa greneng pada ekor pangkal bilah.
Namun secara keseluruhan masih punya
aura berkat pilihan material gading gajah pada hulu. Bagian gandar sudah mulai renta, tidak awet seperti kayu bira pada bagian pangkal warangka. Sudah layak di restorasi, tentu dengan kualitas yang lebih baik. Poin lebih penting, titik fokus imbang vertikal keris ini masih terbukti.

STATUS : Koleksi pribadi





































































Saturday, March 20, 2010

pesona KELICUNG....,

Inset disamping adalah hasil jepretan saat saya kunjung Museum NTB, 2 hari kemarin. Kesempatan ulas tentang kayu Kelicung, sebagai salah satu vegetasi khas di belantara pulau Sumbawa. Berjuluk latin Dyospyros malabarica. Kini dianggap status langka dan di lindungi. Pesona anatomi dalam batang Klicung memang benar memikat. Sehingga wajar kalau diburu berbagai kalangan penggemar. Terutama untuk keperluan furnitur dan perabotan, kusen pintu-jendela, dan berbagai ornamen kayu. Seperti halnya dipakai untuk keperluan bahan baku pembuatan warangka & hulu keris. (liat posting sebelumnya) Kelicung merupakan tumbuhan dikotil. berkayu keras dan hidupnya menahun. Daya pikat terletak pada jaringan dalam struktur penampang ruas batang. Bernuansa warna ke-HITAM-an. Jaringan epidermis itu disebut stele / silinder pusat. meliuk indah secara alamiah. Anugerah karya Ilahi. Khusus penggunaan bahan warangka senjata khas daerah Sumbawa, Kelicung sangat jarang di gunakan. Kualitas bagus dan lebih berat-bobot dalam kondisi kering. Sedikit kasus ditemukan badik menggunakan kayu jenis ini. Terlebih keris khas Sulawesi juga Sumbawa, jarang ditemukan bagian pangkal warangka memakai klicung. Tidak pernah keluar dari pakem khas, kayu Bira. Sekalipun juga pada bagian gandar*. Apa pasal? alasan sederhana, kelicung terkenal liat dan alot. Para pengrajin agak enggan berurusan saat detil pahatan halus. Terlalu serut tipis bikin klicung gampang retak. Alhasil yang di cari adalah jenis kayu yang lebih lunak. Entah bila pelaku-nya para mranggi*. Mestinya secara kualifikasi fokus pekerjaan lebih telaten dan ber-talenta. Tapi sejauh ini belum pernah saya temui paritas gandar keris berbahan klicung. Kalau-pun badik hanya sebatas hulu. Dan badik yang saya miliki adalah sedikit pengecualian, ternyata!!

berikut adalah 2 foto terlampir lembaran Klicung,
masih berupa bilah papan gak halus.




key note


Mranggi : sebutan profesi khusus bagi pembuat warangka dan hulu. Harus dibedakan dengan status "pengrajin" warangka & hulu keris. Kategori pengrajin (umum-nya) kadang menerima berbagai order dari pelanggan. Kerap gak bisa mengikuti pakem standar sesuai jenis senjata asal daerah. Ilmu titis mranggi hanya akan relevan ketika pengrajin spesifik pada garapan khas yang mereka ditekuni. Sesuai teritorial masing-masing. Tentu saja demi 'taste' spesifikasi nilai ikonik lokal... aturan ini bukan menyalahi kode etik unsur Bhinneka Tunggal Ika. Gak blas!!!

Gandar : Bagian batang tengah warngka. Agar mudah identifikasi bagian yang dimaksud. liat pada foto dibawah ini. Bagian Gandar terdapat pada lingkaran merah.

Friday, March 19, 2010

Badik-Keris... BUKAN Batik-Keris.

Kali ini bahas item koleksi saya yang lain. Saya juluki Badik-keris sebab bentuknya agak janggal. Sekilas dari performa luar memang mirip tipikal Badik umumnya. Hulu model curva, hanya saja tidak berbentuk gunduk-an ovalis. Tepiannya agak simetris. slimming, dengan alur garis tebal tengah, seperti rupa bilah. Warna coklat gelap. Sangat bersahaja namun berpenampilan sedikit sangar. Agak senada dengan tipe tempa bilah, aura kusam... dan bilur hitam pada pinggiran tajam-nya. Sesuai dengan material kayu warangka, terpilih bahan kelicung. Termasuk jenis kayu langka dan di lindungi. Di kawasan hutan pulau Sumbawa keberadaan kian jarang ditemui. Akibat pembalakan liar, ilegal lodging dan diburu karena eksotisme yang dimiliki. Kelicung bernama latin Dyospyros malabarica. Bermotif khas alur hitam.


Badik menyerupai Keris. Sengaja saya juluki begitu, sebab kedua sisi bilahnya memang tajam. Layaknya bilah keris. Dan ini sedikit keluar dari pakem umum paras Badik. Panjang maksimal 28 cm, layaknya senjata sikep/ageman. Senjata tenteng kaum pria. Seorang penilik ber-asumsi "badik" ini dulunya adalah bilah keris yang mengalami rehab-kontruksi. Dan melalui tangan mranggi (pembuat warangka) di sulap menjadi Badik. Bagi saya bukan masalah berarti.
Bilah "Badik-Keris" ini jenis garapan logam tempa. Masih terlihat jelas serat-serat kasar dan tumpuk pola tindih. Antara bijih besi dan susul material baja. Cukup menarik. Pada Gandar juga terdapat cincin berbahan tembaga. Kemungkinan gandar warangka dulu-nya pernah punya cover logam, alias pendok.
Last but not least, perihal titik balans.. ternyata Badik-keris ini punyai keseimbangan yang lumayan baik. be my guest... it's belongs to me. Enjoy the picture.....,

In-depth :
Via dialog sms dengan seorang rekan, saya akhirnya mendapat julukan yang tepat untuk si "Badik-Keris" ini. Di tanah Sulawesi ternyata mendapat istilah khusus Salapu atau Sonri. Dan ada istilah khusus lagi terkait beda zona, bagi komunal Pulau Selayar disebut Kolo. Dikatakan secara fisik, Salapu/Sonri memiliki ciri seperti 3 gabungan bilah senjata, yaitu : tappi (istilah smacam keris), badik dan tombak. Merupakan salah satu senjata dikatakan kategori amat mematikan. Terkait kadar racun yang terkandung pada bilahnya. Hasil sentuhan dan rekayasa ritual saat proses bikin oleh sang empu pembuatnya. Sebutan lokal-nya Panre. Adapun bisa racun pada senjata ala sulawesi dikenal dengan debut muso'. Narasi singkat bisa intip di SINI.

Lebih spesifik tentang Salapu atau sonri, disebutkan tentang muasal sebagai benda sakral. Orderan khusus yang hanya diperuntukkan bagi kalangan istana, strata raja-raja. Sekilas info bisa ditemukan di SINI.










Wednesday, March 17, 2010

studi kasus - replika Keris Lombok

Susah-gampang, membedakan kategori keris Replika. Karena ini bisa menyangkut beberapa faktor penentu. Kesempatan studi kali ini saya khususkan pada kasus peredaran keris Lombok. Replika bisa dimaknai sebagai keris yang benar-benar baru. Seluruh bangun keris mencakup produk bilah & sarung warangka, beserta asesoris perlengkapan keris (pendhok, selut,mendak). Bisa dikatakan sebagai paritas baru muncul. Tanpa ikatan sejarah tertentu. Diproduksi masal akibat pemenuhan kebutuhan barang suvenir. Lebih ber-konotasi sekedar "hiasan". Tidak murni tercipta sebagai kredibilitas "senjata". Layaknya eksistensi keris tua & antik garapan para Mpu sesuai jaman-nya.

Fenomena daur edar replika keris juga diwarnai status 'keris Rakitan'. Beberapa item keris mengalami proses pembaharuan sekaligus pembauran berbagai pernik sertaan. Di racik dengan sekena-nya oleh para pengrajin. Kadang menyalahi pakem standar yang ada. Bagi kolektor aliran 'purist' konsep rancang-bangun ini dianggap salahi kode etik. Kontaminasi bagi nilai historis dan estetika budaya keris itu sendiri. Sekalipun tidak mutlak, sebab kalangan lain punya asumsi lain.
Temuan jenis rakitan ini bisa beragam. Umumnya bilah keris tua dipasang pada warangka baru. Terlebih sisipan asesoris. Berbagai 'kreatifitas' padu-padan muncul dari si pengrajin. Adapun kasus Replika, demi dongkrak nilai jual. Penampilan kian dipercantik, bilah apa adanya dipermak sedemikian rupa. Menggunakan kayu warangka bahan pilihan. Terlebih dulu didandani dengan asesoris indah. Sehingga performa hasil menawan. Untuk tipe "rakitan" juga ada yang mengalami tradisi prosesi make-up. Sah saja, karena kembali pada apresiasi per-masing oknum kolektor. Notabene buyer. Bahkan terkadang, kreatifitas mix-match ini bisa di order. Pemilik resmi permak keris sesuai model yang di-inginkan. Retouch... oleh para mrranggi ataupun pengrajin terkait.


ikutin segmen gambar dan narasi di bawah ini. Keris ber-pendok adalah jenis REPLIKA. Sengaja saya sejajarkan dengan keris Lombok yang lebih besar. Sebagaimana referensi umum, keris Lombok berukuran besar dan miliki size antara 58 cm hingga 71 cm. Untuk melihat detil spesifikasi bisa lihat di SINI
yuk bahas per-segmentasi.....,



* ukuran keris disamping kiri lebih kecil, apakah dia termasuk jajaran keris Lombok? Ukuran standar size 30cm biasa dipakai untuk asesoris upacara adat bagi kawula muda. Sebagai bahan wacana lebih lanjut intip posting yang LAIN


* sekilas keris ini penuhi penampilan standar keris Lombok. Gagang dan Pangkal warangka (gaya Bondolan/Gayaman) memakai kayu Berora Pelet. Hanya pembungkus sarung/pendok ini sedikit membingungkan. Apakah sekedar upaya menampilkan aura indah? atau sembunyikan jenis kayu bagian gandar warangka?


* Beda ukuran gagang, terlihat dari mulusnya permukaan sekalipun menggunakan bahan kayu yang sama. Hulu = orang lombok menyebutnya Danganan. Hulu tipe besar kliatan lebih licin, mungkin akibat sering tergenggam telapak tangan. Sejalan waktu pernis tampak menyatu permukaan kayu. Bandingkan dengan hulu kecil. Serut tatah kayu masih terlihat jelas. Agak kasar dan tampak masih buatan baru.


* amati bagian Pendok, pembungkus gandar warangka. Bahan adalah campuran tembaga dan lapis sepuh perak. motif garap pola batik bukanlah cetak dengan format timbul, melainkan sekedar di gambar dengan tehnik grafir ala kadar-nya. Hand-made by Handycraft.


* BINGO!!! bagian ujung pendok tampak digarap seadanya. Lipat dan ketok. Makin jelas bahwa pendok smata dipasang begitu rupa sebagai hiasan gandar. Alias bukan spesial order untuk gandar keris bersangkutan.


* Lihat lingkaran merah, ganja bilah keris sedikit nongol dari bagian pangkal warangka. Artinya warangka ini sudah tercipta duluan. Bukan satu rangkaian prosesi cipta karya bangun utuh. Sedikit tkuak beda pekerjaan antara garapan mranggi dengan sentuhan para pengrajin.


* tadaaaa...., keris ini luk 3


* dapur NAGA : trus terang saya agak menemui ksulitan kalo identifikasi pakem dapur keris. Karena banyaknya tipe dan model, serta variasi nama-nya. Entah itu jenis Naga sasra, Naga siluman, atau Pulang Geni. Tidak tampak formasi badan sang naga yang biasa menyatu hingga ujung bilah. Baik yang tipe kulit sisik maupun tidak


* PAMOR , sekilas pola lingkar mengingatkan pada formasi pamor udan mas. miliki berpola 2-1-2. Sedikit nyeleneh pola dan tehnis garapan. Tampak formasi cetak diatur rapi. seperti tehnik cor/tuang logam (bukan tehnik tempa). Malah diperjelas dengan cara kikir logam bilah dengan garis-garis halus diagonal.


* Tehnik warna gelap-terang keris REPLIKA ditengarai adalah upaya menyamai khas alur pamor pada keris garapan tehnik tempa para Mpu. Namun bila kita jeli amati akan tampak ada saja "cacat"-nya. Kemungkinan besar, tehnik ini dilakukan secara manual menggunakan bahan kimia terhadap bilah dengan satu bahan material besi. Daerah yang terkenal dengan keris replika adalah Madura.


* Lihat pula pada bagian ganja. liuk formasi alur pamor sebenarnya hanya alur buatan saja. Artificial motive. Bahan keris replika biasanya gak alot sekokoh garapan asli karya Mpu. Kikir-lah bagian tertentu lebih dalam...dan akan kliatan penampang mutu besi yang dipakainya. Ciri khas lain, Keris replika pada setiap sisi bilah sengaja tidak dibuat tajam. Perkukuh status sebagai barang pajangan biasa. Ornamen


* tabiat lain keris replika, kadang tidak mempertimbangkan sisi kualitas utama. Ketebalan bilah-nya kadang compang-camping. Jadi jangan berharap dapat sensasi titik fokus balans. Bilah sanggup tegak vertikal bertumpu pada warangka saja kadang gak bisa. Bukan ceroboh... tapi bagaimanapun status keris built-up memang lebih mumpuni dan ber-kharisma.


OTHER species as example....,
Kini beralih studi singkat, observasi pada keris rakitan yang pernah saya jumpai. Terdokumentasikan sebagai bahan wacana pembanding. Image foto dibawah ini adalah spesies keris lurus. Bangun struktur tubuh mengungkap persyaratan keris Lombok. Tapi apa layak?
Faktanya begini, gambar 2 & 3 menunjukkan bahwa bilah keris ini adalah garapan tehnik tempa. Pamornya kian usang karena terlalu renta usia. Sebagian motif telah rontok. Bisa karena perlakuan simpan yang tidak memadai. Terlalu lama 'telanjang' tanpa cover warangka. Berubah sejalan gejala pengaruh cuaca. Alibi ini saya perkuat dengan indikasi bangun Danganan tipe baru.
Amati jeli foto 1, hulu/gagang terlalu kecil. Gak serasi dengan panjang hunus bilah. Secara size ideal, mestinya kenakan hulu tipe Bondolan yang lebih besar. Seperti kaji foto studi keris Replika diatas tadi. Hulu ukuran 8cm (liat skala banding) hanya serasi dengan hunus bilah sepanjang 30-an Cm. Keris ageman kecil.
Faktor janggal lain, material hulu & warangka yang dipake BUKANlah Berora Pelet. Melainkan kayu jenis lain. Entah jenis apa. Hanya mengalami sentuhan olah motif buatan. Tehnik gosong... sudut jilatan api. Kemudian diperhalus dengan tehnik gosok ampelas. Terlampau mudah di kenali, sebab motif terlihat tidak alami. Motivasi reka-reka... rekayasa!!!

Sejauh ini, sepakatkah anda sekalian dengan opini tadi. "bagaimanapun status keris built-up memang lebih mumpuni dan ber-kharisma". Sekaligus jadi bahan renungan bersama. Konservasi benda etnografis memang dilematis. Hendak dirakit-pun butuh kualitas bahan yang seimbang demi penyetaraan performa ideal. Penyatuan kandungan tatanan filosofis terhadap karya leluhur.
Dan seiring waktu, keberadaan Berora pelet kian langka. Jika saja para generasi dan kawula gumi sasak peduli ini. Diakui atau tidak, mampu menjaga khazanah budaya keris berarti sekaligus ikut dalam partisipasi konservasi HIJAU.
Salam peduli.....,