Thursday, April 9, 2015

Memburu batu...jeda waktu

Bla...bla..bla...........,
suasana pengunjung pilih-pilah batuan rough di ajang pameran batu Loteng
Harus di akui, demam batu dan geliat perkembangan sudah makin merambah dimana-mana. Dari strata penggemar tingkat newbie... menengah, hingga kolektor tingkat advance. Daya pengaruhnya sangat fantastik... sekaligus menimbulkan neo-fanatisme yang tidak dapat diremehkan. Apapun faktor pendukung-nya... baik ulasan media, berupa sirkulasi 'blow-up' tanpa henti. Animo yang mendadak muncul sejalan antusiasme dan coriousita. Pelanggan dan penggemar bersinergi dengan padat-nya lalu-lintas wacana. Hingga menggerakkan animo seseorang... hasrat memiliki. Wajar, jika seorang rekan menjuluki-nya dengan istilah kelahiran "orde batu". Apapun korelasi-nya. Demam gemstone...sudah terlanjur datang bak terjangan gelombang tsunami. Berkulindan... menciptakan pusaran dan kubangan fenomenal tersendiri. Lahan baru yang prospektif. Sekalipun, mesti-nya tidak sepenuhnya begitu. Apa yang terlahir saat ini adalah gejala trending topik yang begitu marak ter-organisir. Heboh, dengan balutan pupur hedonis sarat dinamika. Batu-batu semakin ganjen bersolek.... berdandan dari kadar 'titis' nilai sejarah hingga racikan bumbu hikayat, mitos...konon.. dan kata-nya.   

Adapun komentar tentu bermuara pada 2 kubu, pro dan kontra. Yang pro, menganggapnya sebagai peluang baru, setidaknya harkat batu lokal, meliput strata varian akik asal Indonesia akan lebih terangkat ke permukaan. Bakal dikenal dan digemari para penikmat batu di luaran sana. Sinergi komunitas-pengrajin-pemburu terjadi dengan sendirinya.
Dok. pribadi : ajang pameran gemstone khas di Lombok Tengah,
Terselenggara Maret 2015 di kantor BRI cabang Praya. 
Lapangan kerja menjamur... pundi-pundi terdongkrak di kantung-kantung produksi. Sejalan itu, bahkan pemerintah makin sadar, satu sisi memberikan peluang back up. Sudah terlalu banyak ajang pameran dan kompetisi yang tidak terhitung. Beberapa pemerintah daerah sadar tentang peluang ini. Promosi tentang ikon daerah masing-masing. Katakan semisal Bacan, Batu Bareh, Bio Solar Aceh, Batu hijau Garut, Naga Sui' asal Lunyuk- Sumbawa. Dan seterus-nya semisal sensus deret ukur!

Lalu, sejalan itu, marak-nya perburuan menjadikan hadir-nya peta konflik. Efek dari kesinambungan permintaan pasar dan supply asal tambang tradisional. Faktor harga yang fantastis telah makin memperburuk keadaan. Dan itu pengaruh dari fluktuasi akibat gejolak pasar. Perburuan semakin getol berujung pada kekhawatiran degradasi lingkungan. Rambu dan perijinan mulai diperketat. Faktor keterbatasan stok bahan baku. Harga kian melonjak. Repotnya, beberapa 'kreator' gemstone mulai cerdik membaca situasi begini. Batuan replika hadir mengatas-namakan batu fenomenal asal daerah tertentu. Keruk celah untung di kecamuk pasar. Sementara, batuan orisinil mulai langka. Dilalah..., belakangan dari pemerintah muncul ide baru. Peluang wajib pajak, dari level penjual yang bermain diharga fantastis. (ini pernah ditayangkan khusus dalam acara tipi "Late Night Show" host : Raffi Ahmad & Ayu Dewi ) .

Nah, loh!... semua mendadak buka peluang keran multi-income. Sementara bagi yang tidak doyan batu atau bahkan berlabel sadar/peduli lingkungan, hal ini bakal jadi alasan dan dalil sempurna untuk berpihak dijalur kontra. Konsep-konsep AMDAL akan sangat menjanjikan untuk ditolerir ulang. Perijinan ketat di sektor pertambangan tapi perlu digaris-bawahi ini klasifikasi tradisionalBiarlah mineral-mineral itu berada di tempat-nya sana, kata sebagian oknum. Jangan ada eksplotasi berlebih. 
Jujur saja, di porsi ini saya sedikit kernyit dahi. Mendadak kita-nya kita... berpolemik, dan seolah di-benturkan pada kubu pro-kontra di komunal sendiri. Padahal cukup mudah bikin wacana pembanding. Bagaimana semisal konsensi tambang yang dikelola oleh investor asing di negri kita Indonesiyah? Demikian sarat traktat yang mendadak samar ketika berhadapan dengan tema degradasi lingkungan. Pengelolaan limbah paska ekploitasi tambang berakhir. Ini malah lebih komplek lagi...bukan saja pada berubah-nya lansekap habitat alam.. tapi beruntun efek pada degradasi biota, kantung-kantung air... dan pola model tata-guna lahan. Menggerus nilai dan etika, perubahan corak budaya setempat. Tarik-ulur... persis pertandingan tarik tambang. Dan itu sudah menjadi fenomena sama hampir di semua wilayah areal pembukaan tambang.



 ** Batuan lokal.. upaya global 
(catatan kecil dari ajang pameran lokal)

Minggu, 15 Maret 2015...,
Menyempatkan lagi jenguk pameran Batu mulia yang digelar di Praya, Lombok Tengah. kebetulan ini hari terakhir. Cuma berlangsung 2 hari. Promotor acara dan mungkin sekaligus sponsor, adalah bank BRI cabang Praya. Selain halaman depan-nya digunakan gelar kolom stan pedagang, hampir semua proses transaksi jual-beli dilakukan dengan resi kwitansi sama. Dan selalu menyertakan ikon resmi, terpampang buku tabungan BRI. Emblem resmi di atas laci kasir smile emoticon

Hampir semua gerai gemstone dibanjiri pengunjung. Beberapa pedagang adalah asosiasi kelompok pengrajin dan penambang batu akik. Ada juga kelompok hobbist dengan debut LOS (Lombok Original Stone), yang bahkan menyediakan informasi kumplit mading, foto-foto kegiatan hunting mereka di penjuru Lombok. Salah satu oknum stan saya tanya, apakah BRI juga mengalokasikan dana CSR untuk proses tumbuh kembang peluang usaha yang trend-belakangan ini? Dia geleng"... kurang paham saya pak! jawabnya. Hehehe......., 
Layaknya ajang pameran, beberapa stan lain juga di-isi tidak saja dominasi kelompok asal Loteng, beberapa yang lain juga ada yang dari penjual batu dari asal Lombok Barat, yang bisa disinyalir jelas, asal galian tambang adalah wilayah Sekotong. Dan khusus, penambang Lombok Tengah... wilayah yang di-"santroni" mereka adalah zona selatan, kawasan perbukitan. Jauuuh.. sebelum tematik 'gemstone' berkembang, penambang kategori batu disana-pun sudah marak lama berlangsung. Hanya yang dilirik baru sebatas batu alam yang bisa dibentuk menjadi hiasan taman. pernik fungsional untuk atribut penunjang benda rumah-tangga. Mulai dari asbak..pot..sampek ukuran besar, meja-kursi. Mengalami masa jaya saat geliat ke-Pariwisata-an Lombok beranjak naik. Debut lokal disebut batu PARAS. Klasifikasi kekerasan tingkat rendah, mudah digores dengan alat garap tradisional. Kandungan lebih banyak kadar kapur. Trus, jika ditilik dari periodik waktu, apa si Batu Paras mulai berkembang saat itu, kurun taon 1990-an? Gak lah, soalnya, pemakaman papuk-balo di pusara (makam umum) negri sasak ini sudah akrab pakai batu nisan bahan paras, plus pakai ukiran cantik yang khas.

Kembali ke konteks gemstone..,
Menyikapi perkembangan dan bergulirnya mata rantai bisnis yang kian menjamur dimari. Toh, itu juga satu sisi yang menjanjikan demi munculnya wirausahawan lokal dan bangkitnya usaha mandiri. Cuma yang agak bikin saya kernyit dahi...,sudah getol bikin penyidikan dan observasi. Ada saja hal yang kontradiktif.
Seperti bunyi tagline di salah satu banner, "Leneng original stone... from Lombok for Worldwide". Saya pikir mainstream kelompok setidaknya telah sepakat demi angkat pamor batu lokal dengan ciri tersendiri. Sekalipun kadar secara unsur mineral dengan batuan wilayah di bagian wilayah Indonesia lain juga bakal serupa.. 21-22-lah! ya mbok kreatif dikit kasih julukan lain. Bagaimana mungkin masih muncul pertanyaan, yang mana batu Bacan? ujar seseorang sambil obrak-abrik perca bongkahan bebatuan mentah. Atau mengenalkan ini loh, Firus Lombok, tapi gak bisa menunjukkan contoh bongkahan aseli-nya. Yang fatal, ada satu stan pajang aneka batuan hijau transparan berlabel batu sungai Dareh. Dareh itu merujuk wilayah Sumatra. Weeeee.... kenapa kog angkat konotasi daerah lain. Gilir tiba kami bincang... pasang radar talingo ambo... tak ado logat sumatro sama sekali di stan itu. Aksen tetap lokal
 frown emoticonbrembe batur senamean....., PD-lah dikit, beranilah catut nama misal batu sungai Darek... atau misal Akik Pelambik.Trus terang, kadang disini saya merasa sedih... sedih yang mendidih. mangkel yang Bangkel.... Where is y-our local branding ?

"brembe batur senamean.....", PD-lah dikit, berani-lah catut nama misal batu sungai Darek... atau misal Akik Pelambik. Trus terang, kadang disini saya merasa sedih... sedih yang mendidih. mangkel yang Bangkel.... Where is y-OUR local branding ?

( ** nara wacana & dokumentasi KLIK )




Selingan penutup...,
Kadang, riskan juga ketika menghadapi sesuatu hal yang mendadak populer. Seolah segala tentang batu menjadi ikon yang sangat berharga. Tak ada lagi batasan standarisasi harga. Animo khalayak berubah 'beringas' dengan sajian menu bebatuan yang disodorkan dihadapan mereka. Terlebih jika ini telah dikaitkan dengan penampilan yang serasa kurang tanpa atribut batu. Memang, gelagat sekarang menunjukkan signifikan yang menggembirakan. Seperti mendadak Tessi..., merujuk pelawak kru Srimulat yang sudah terkenal lama doyan akik.
Efek domino sekarang ini seolah mampu merubah tabiat seseorang, dari yang dulu-nya gak gubris sama sekali, total berubah menjadi fanatik. Entah sebagai penggemar kambuhan.. kolektor pasif/aktif... ataupun perasaan ogah ketinggalan dompleng hal yang fenomenal. Everyone to his/her taste.....,
Jika dulu batu dikenal dengan standar pembeda, ada batu mulia a.k.a permata...batu setengah mulia, bahkan melihat kondisi terkini, barangkali akan ada kategori "batu mulai setengah mulia". Belum lagi polesan kajian mitos yang mengiringi. Perasaan bangga dengan batu asli khas negeri sendiri. Khalayak mulai melek paham..., standarisasi itu adalah produk labelling pihak/badan yang berkompeten. Namun kepuasan akan nilai estetika dari bebatuan yang tadi-nya tidak diperhitungan beranjak bangkit. Akik... secara kekerasan mohs boleh jadi lebih lunak daripada intan.. safir dan ruby. Namun kandungan gambar yang dari pola noktah dan alur serat bisa membawa nuansa beda. Dan unik-nya bisa beda satu sama lain. Nama gemstone sama... bisa berasal dari bongkahan yang sama, tapi polesan akhir (finishing) dan kejelian tukang gosok dalam menentukan motif adalah keistimewaan yang tak terbantahkan. Semakin unik gambar-nya... semakin orang berani merogoh kantung mengumbar rupiah! Alasan-nya cuma pada faktor pembeda... setiap orang ingin sesuatu yang beda dengan orang lain. Bagi yang berkantung padat... ini gak jadi masalah. Tinggal pilih apapun yang disuka. Yang bermodal cekak, atau pas-pasan, cuma perlu ketelitian dan semangat hunting yang tinggi. Toh di sirkulasi kubangan ini setiap individu punya kans yang sama. Capaian hasil yang berbeda.

Pembelajaran tingkat lanjut..., 
Pada saat-nya nanti publik akan sampai pada pemahaman kontrol pemanfaatan sumber daya alam. Perlu pengelolaan berbasis pengetahuan dan peduli lingkungan. Sebongkah akik 'rough' mentah bahwa tidak semua sisi-nya menyimpan keindahan yang sama. Ada bagian tertentu yang bernilai... selebihnya mungkin adalah ampas. Cermati saja, ketika demi sebuah nilai fenomenal batu/gems khas karya alam. Dihargai sangat tinggi... bahkan terbilang fantastik. Betapa orang atau oknum tertentu berusaha peroleh untung besar disaat bersamaan. Tehnologi replika (buatan) mulai di kembangkan. Lengkap tehnologi dan inovasi pendukung. Dari level sintesis sampai karya palsu. Sindikat bergulir dengan sendiri-nya. Merekayasa trah genetis sesuai lahir-nya. Tapi tentu bisa di bedah secara kajian dan disiplin ilmu yang melatar belakangi. 
Semoga tetap bernaung di bawah kubah kemaslahatan.   

Well, segmen dibawah ini adalah secuil ampas batu yang saya pungut di ajang pameran lokal. Berbaur dengan tumpukan perca lain-nya. Akik motif batik... bilang sebagian orang. Tapi apa-pun itu, saya memang suka dengan bawaan fisik-nya. Agak beda lain daripada yang lain. Pilot project demi pembelajaran mandiri... memaknai pesan natural dan terlebih saya sekonyong-konyong menangkap pesan lafadh. Bukankan modal awal dari sinergitas adalah ketertarikan sejak pandangan pertama. Penasaran itu selaput gandrung samar. Memiliki daya magnetis tersendiri...  terungkap, jika benar-benar di kaji sepenuh hati. Hwehehehe..., Cuci mata-mu.. bersihkan perasaan-mu. Wudhu jika perlu.


Next step...,
Mempelajari serat batu, pilih-pilah dari cuil bongkahan bebatuan asal Pujut-Loteng. Harga mur-mer. Tentukan motif & pola. Lalu serahkan pada tukang gerinda & pengrajin tetangga sebelah. Cuma "curiosita" yang bisa dilakukan sambil-lalu. Gak sita banyak waktu...senggang" yang menyenangkan.

pandangan pertama awal kami berjumpa......., 

tandai... intip... pelajari...

sesudah di potong dan dihaluskan pada bagian terpilih.....,

size agak besar... seukuran liontin

pencahayaan depan... 

pencahayaan belakang.......,

Bukan kategori kristal... tapi translucent,

Lumayan cantik kan? ...



No comments:

Post a Comment