Wednesday, August 18, 2010

Menilik Badik Perdana.....,

Lama gak ngisi blog....,
Kali ini saya ingin bahas dikit tentang badik jilid perdana yang saya miliki. Penampilannya sangat bersahaja. Terbungkus rangka kayu Kemuning. Non ornamental hias lapis logam perak seperti umumnya khas pendok maupun pangkal hulu. Cukup sekedar ukiran dangkal di mulut sarung.
Warna variasi dual-tone..., antara kuning mix coklat muda. Rentang bilah gak sampe sejengkal. Sekitar 14,5 cm. Pamor-nya (mungkin) mrambut. Total aura-nya gak menimbulkan rasa garang. Seolah bukan dominasi fungsi khas senjata tikam. So what... terserah kepada penilaian per-masing pihak pengamat.

Jadi terkenang sekitar 20-an tahun lalu. Saya kesulitan mendapatkan informasi runut jenis spesies. Sangat beda dengan kondisi sekarang, ketika geliat internet merajalela. Kemudahan tehnologi informasi memudahkan kita untuk berbaur, tanya-jawab dan ber-interaksi dengan sesama pecinta senjata tradisional dari berbagai daerah. Sangat dimudahkan berkat sarana tehnologi silaturahmi maya. Sebuah wadah masyarakat jaringan.

Harap maklum, saya pribadi bukan berdarah murni sulawesi. Sekalipun secara garis patrilinial masih terkait dengan leluhur suku Selayar. Yang sekalipun runut pertalian keluarga berupa keluarga turunan sulawesi yang berbilang-biak di pulau Sumbawa, bagian NTB. Entitas kami menyebut-nya "sambaha" sebagai dialek khas yang kerap saya akrab dengar.
Setidaknya menjadi alasan titik balik, kesulitan referensi dalam runut item badik terlampir. Rentet kisah, saya mendapatkan dari jalur ayah, melalui hibah-an seorang kerabat. Saat awal masa SMA saya taon 1988 di Malang - Jawa Timur.
Perjalanan kurun waktu. Minat terhadap apresiasi benda etnografis senjata khas saya mulai terbentuk. Sekalipun tentu saja belum kategori getol mengoleksi. Cukup sebagai penikmat, dan selektif berdasarkan limpah-hibah garis keluarga saja. Dan si badik nuansa krem ini senantiasa mendampingi. Jajaran simpanan benda budaya.

Flash-back momentum,
Mungkin bisa disebut ada percik ikat batin . Dulu, pernah sekali waktu ada seorang kerabat di Malang penasaran dengan apa gerangan isi di balik wujud badik ini. Beliau-pun menayuh, titip sekian hari. Masih terkenang deskripsi singkat-nya. Ada fenomena oknum menimba air.. (ngangsu = bahasa Jawa). Paparan serba rambu konotatif. Kemungkinan badik ini pegangan bagi kaum niagawan. Uniknya lagi menambahi... terdengar macam bunyi gelegar dentum pukulan ombak..si Badik "Banyu Segara". Dimaknai sebagai "air samudera". Demikian terjemahan tayuh versi jawa saat itu.
Secara 'kadar' masa (SMA) remaja saya saat itu, tentu bahasa itu belum nyangkut di nalar. Tidak aplikatif di konsumsi jatah logika. Sekedar saya simak apa-adanya. Bukan menyanggah apalagi berdiskusi lebih lanjut. Toh saya sekedar menuruti kemauan ibu, perihal kekhawatiran citra karakter badik yang ditengarai ber-aura panas.
Allahu-alam...., anggapan saya kini itu adalah prosesi konvensional skill seseorang menilik aura-teraphy. Semua berpulang kepada Kebesaran Allah SWT... menitipkan secuil kuasa-NYA terhadap hamba-hamba-NYA yang terpilih.

Peralihan dulu-kini,
Semenjak saya pindah ke Lombok, ada selingan kunjung ke Sumbawa yang saya lakukan. Dan referensi tentang badik masih menjadi sekelumit dilematis. Alasan utama, region sumbawa hanya merupakan sub-distrik sejarah lintas peradapan dan warna khazanah benda etnografis. Untuk bedah relevansi wacana terkait kudu mendulang dari tempat asli-nya, tanah Sulawesi. Negeri para pelaut ulung. Barangkali ini-lah poin makna korelasi 'Air Samudra'. Maha Benar Allah yang menghantarkan kabilah penjelajah samudera. Pengelola akbar qadha dan qadar mahluk demi mahluk ciptaan-NYA.

Last but not least,
Bagi siapa-pun rekan-kerabat pengunjung yang mungkin berkenan berbagi tuah ilmu pengetahuan, sudi kiranya mengisi kolom komentar. Wahana berbagi dan silaturahmi....
Selamat menjalankan ibadah puasa ramadhan 1431 Hijriah.

Wassalam.










No comments:

Post a Comment