Karakteristik :
overall length : 62 Cm
Blade's length : 43 cm
Dapur style : -
Angkup : tolang paok
Hilt length : 12 Cm
Wooden material : Kayu Purnama
Type of Hilt : Bondolan
Type of blade : luk 9 ( curvaceous blade )
Pamor / blade motive : Non motive
Deskripsi singkat :
Secara bangun fisik keris ini mirip dengan pakem umum keris lombok lain. Pegangan bentuk tembem yang disebut bondolan. Angkup bentuk tolang paok. Lebih mengarah tampilan style Gayaman. Sedikit beda adalah opsi bahan kayu. Ber-material kayu purnama. Sedikit lebih berat bobotnya dibanding kayu Timoho/Berora. Terlihat pori permukaan kayu lebih padat. Namun lebih ringan jika dibanding Kemuning atawa Kayu Bira. Pola motif legam (pamor kayu) juga menunjukkan eksotisme tersendiri. Pada bagian angkup terlihat pola linier tebal. Dibagian handel (Danganan/Dande) menyerupai lingkar tompel. Sementara di bagian gandar terlihat pola alur serat diagonal. bukan bentuk utuh... tetapi merupakan rekayasa 'mozaik' memanfaatkan residu kayu sejenis. Alur serat linier ini pada kayu purnama sebagian orang menjuluki inisial "kendit".
Ada istilah lain yang menyebut dapur keris ini tipe Sempana Kalentang. Merujuk pada buku dengan judul "Bentuk & gaya Keris NTB". Khusus pada tipe keris luk 9. Segi fisik yang mudah ditandai adalah bentuk luk terlihat lekuk yang tidak dalam. Agak kontradiktif dengan sebutan yang beredar umum. Komunitas Bali menyembut istilah nyempane merujuk pada cara penyisipan keris di pinggang. Bagi kalangan lokal sasak lebih kenal dengan istilah keris Selepan. Nyelep adalah cara menyelip keris di pinggang dengan posisi miring ke kanan. Secara gramatikal menjurus pada "masa tertentu" ketika lelaki masih dominan, dan dianggap lumrah menyandang keris, pergi ke manapun. Artinya identik keris sebagai senjata. Memang dipersiapkan untuk disandang. Dipergunakan bila mana perlu. Kondisi emergensi.. kritis. Tentu akan beda konotasi dengan era masa kini.
Keris, toh tidak lagi dipandang sekedar benda senjata biasa, sebagai perkakas tarung. Melainkan sebagai benda cagar budaya. Ikon seni yang patut dilestarikan. Secara leksikon, ada tata cara penempatan selain selepan, ada kategori Singkuran. Menyelipkan di punggung belakang... lebih sering terlihat pada prosesi upacara adat. Biasa dikenakan size keris 30cm ke-atas.
Jadi, varian istilah sempane atau selepan, tidak lepas dari pembauran budaya yang melatar belakangi dimasa lalu. Perihal unsur penetrasi dampak kultur perkerisan khas Nusantara, khususnya alur Barat. Sinergi simbiosis dan estapet sejak dari Jawa..Madura.. Bali hingga Lombok. Kadang kontradiktif sekaligus purna rupa khazanah budaya bidang metalurgi.
Secara penampilan luar, warangka bukanlah tipe lawas. Tapi bangun baru. Memadu-padankan bilah kuno sebagai satu kesatuan bangun utuh. Dan ini lumrah saja dianggap sebagai upaya restorasi. Legam pada bilah meninggalkan jejak eks hasil warangan. Sekaligus terbaca jejak olah tempa khas bahula. Bungkul lis tengah bilah. Permukaan serat bilah terlihat kasar...ceruk dan ritmik bopeng. Efek panas bara dan celupan air. Jejak udara yang terjebak dibilah. Selama proses bikin.
Pigmen kayu adalah penampilan aseli purnama. Tanpa dipoles bahan warna pelitur khusus. Hanya disemprot pelindung transparasi. Demi tercapai nuansa alami. Semoga kelilipan... silahkan cuci-mata!
Ada istilah lain yang menyebut dapur keris ini tipe Sempana Kalentang. Merujuk pada buku dengan judul "Bentuk & gaya Keris NTB". Khusus pada tipe keris luk 9. Segi fisik yang mudah ditandai adalah bentuk luk terlihat lekuk yang tidak dalam. Agak kontradiktif dengan sebutan yang beredar umum. Komunitas Bali menyembut istilah nyempane merujuk pada cara penyisipan keris di pinggang. Bagi kalangan lokal sasak lebih kenal dengan istilah keris Selepan. Nyelep adalah cara menyelip keris di pinggang dengan posisi miring ke kanan. Secara gramatikal menjurus pada "masa tertentu" ketika lelaki masih dominan, dan dianggap lumrah menyandang keris, pergi ke manapun. Artinya identik keris sebagai senjata. Memang dipersiapkan untuk disandang. Dipergunakan bila mana perlu. Kondisi emergensi.. kritis. Tentu akan beda konotasi dengan era masa kini.
Keris, toh tidak lagi dipandang sekedar benda senjata biasa, sebagai perkakas tarung. Melainkan sebagai benda cagar budaya. Ikon seni yang patut dilestarikan. Secara leksikon, ada tata cara penempatan selain selepan, ada kategori Singkuran. Menyelipkan di punggung belakang... lebih sering terlihat pada prosesi upacara adat. Biasa dikenakan size keris 30cm ke-atas.
Jadi, varian istilah sempane atau selepan, tidak lepas dari pembauran budaya yang melatar belakangi dimasa lalu. Perihal unsur penetrasi dampak kultur perkerisan khas Nusantara, khususnya alur Barat. Sinergi simbiosis dan estapet sejak dari Jawa..Madura.. Bali hingga Lombok. Kadang kontradiktif sekaligus purna rupa khazanah budaya bidang metalurgi.
Secara penampilan luar, warangka bukanlah tipe lawas. Tapi bangun baru. Memadu-padankan bilah kuno sebagai satu kesatuan bangun utuh. Dan ini lumrah saja dianggap sebagai upaya restorasi. Legam pada bilah meninggalkan jejak eks hasil warangan. Sekaligus terbaca jejak olah tempa khas bahula. Bungkul lis tengah bilah. Permukaan serat bilah terlihat kasar...ceruk dan ritmik bopeng. Efek panas bara dan celupan air. Jejak udara yang terjebak dibilah. Selama proses bikin.
Pigmen kayu adalah penampilan aseli purnama. Tanpa dipoles bahan warna pelitur khusus. Hanya disemprot pelindung transparasi. Demi tercapai nuansa alami. Semoga kelilipan... silahkan cuci-mata!
selut.... berupa cincin perak dengan sematan batu |
terlihat sambungan antar lempeng kayu..., |
detail on blade... non pamor |
vertikal balancing |