Beralih item....,
Penampilan badik yang satu ini juga sangat sederhana. Sedikit menyerupai model badik perdana yang saya miliki pada posting sebelumnya. Warna triple-tone, khas nuansa kayu Kemuning. Variasi kuning-krem pastel dan legam coklat. Minimalis lis ukir di pangkal warangka. Sedikit pembeda hanya pada ujung warangka dengan format tirus hujam, sharp tip-toe pointed.
Rentang bilah capai 15.5 Cm. Liuk-nya sedikit lugas, dengan segmentasi cukup menawan. Sangat berbeda dengan tampilan badik khas daerah Bone. Misalnya tipe ala La Gecong. Melangsing kian ke ujung bilah. super tirus... mengecil di bagian pangkal bilah.
Menurut keterangan seorang rekan, Badik ini merupakan khas asal daerah kabupaten Maros. Tentu saja bukan opini absolut bila memang terjadi indikasi salah identifikasi. Bagi saya akan sangat menghargai bila ada input koreksi dari rekan pengunjung blog, yang mungkin lebih paham.
Material bilah kusam. Mungkin hanya campuran bijih besi dan baja, non bahan meteorit. Tampak sekilas mudah di-amati pada jejak pola tempa. Bisa terlihat tehnik lipatan retak material tempa.
Ada sedikit kondisi mengenaskan pada bagian jejak fisik bilah. Mungkin pernah hendak dicoba rekayasa potong panjang bilah. Sehingga terdapat bekas garis penanda, tidak cukup dalam, tapi sangat jelas terlihat. Apakah sinyalemen 'niat' pemilik terdahulu. Wallahualam....,
Namun seperti-nya tujuan itu urung dilakukan. Memang klo dilihat secara center body mata pipih bilah bagian atas agak sedikit bengkok. Alhasil badik ini kehilangan porsi balans dalam mata bilah secara timbang horisontal. Sekalipun tidak pengaruhi uji abilitas berdiri alamiah-nya bersandar pada warangka.
Tabiat 'potong-bilah' ini ada beberapa kali saya dengar. Terungkap sekian versi, konon muasal sebab tertentu. Larangan sandang pakai di khalayak umum (tanah Sulawesi) dan razia besar-2an dari pihak berwajib. Sementara beberapa orang yang masih ingin melestarikan budaya selip badik sebagai atribut khas kaum lelaki sulawesi umumnya. Untuk alasan ini sedikit diwarnai bumbu mistis, nir-Logika. Prosesi potong bilah tidak bisa dilakukan sembarangan. Harus berdasarkan kajian oknum ber-skill tertentu. Ada perhitungan khusus... mungkin semacam bekal ilmu tayuh dan penyelarasan (revisi) kadar tuah bagi si pemilik. Functionable - fengshui... sehingga pada saat rutinitas selip sandang si badik tidak terpantau. Timbulkan efek kasat mata bagi penglihatan 'niat' oknum perazia. Sekali lagi Allahualam....
Versi beda kubu bilang lain.
Tipikal badik yang mampu lolos saat penggeledahan adalah kategori benda mumpuni. Layaknya tosan aji alias pollobessi pilihan. Memang secara wujud muasalnya sudah ter-kreasi berpondasi tuah-tuah yang mengiringi. Sebuah masterpiece dari para jajaran panre dengan bekalan masing-masing strata keahlian. Kurang-lebih begitu...,
Kembali pada 'nasab' si badik polos maros,
Saya pribadi lebih curious pada spesifik pola pikir menghargai karya leluhur saja. Upaya pelestarian benda rana budaya. Beserta publikasi ala mandiri. Bahwasa-nya suatu benda etnografis macem badik ni, diciptakan melalui prosesi ritual tersendiri. Rangkaian tatakrama dan subsidi harapan via doa maupun mantera. Adalah sangat disayangkan bila membongkar format kandungan yang terlanjur di sisipkan sesuai bahasa programmer-nya. Kecuali demi tujuan up-grade ikonik status. Sah-sah saja...,
Anggaplah pertemuan kami adalah sebuah rangkai filosofi temu jodoh. Apapun keadaan si badik. Mengembalikan sebagai harkat menjaga identitas kekayaan citra nusantara. Andai berharap bisa kembali normal, tentu bukan sentuhan ahli ketok magic yang saya butuhkan. Akan sangat bersyukur.. bila saya ditemukan panre linuwih ber-daya pejje.
Harapan adalah doa... mumpung sedang terhantar masa kesucian Ramadhan. Amin...ya Rabbal Al-Amin... Segala puji bagi Allah... Tuhan yang Maha TerPercaya.
Salam senantiasa bagi semua... Wassalam.
Menurut keterangan seorang rekan, Badik ini merupakan khas asal daerah kabupaten Maros. Tentu saja bukan opini absolut bila memang terjadi indikasi salah identifikasi. Bagi saya akan sangat menghargai bila ada input koreksi dari rekan pengunjung blog, yang mungkin lebih paham.
Material bilah kusam. Mungkin hanya campuran bijih besi dan baja, non bahan meteorit. Tampak sekilas mudah di-amati pada jejak pola tempa. Bisa terlihat tehnik lipatan retak material tempa.
Ada sedikit kondisi mengenaskan pada bagian jejak fisik bilah. Mungkin pernah hendak dicoba rekayasa potong panjang bilah. Sehingga terdapat bekas garis penanda, tidak cukup dalam, tapi sangat jelas terlihat. Apakah sinyalemen 'niat' pemilik terdahulu. Wallahualam....,
Namun seperti-nya tujuan itu urung dilakukan. Memang klo dilihat secara center body mata pipih bilah bagian atas agak sedikit bengkok. Alhasil badik ini kehilangan porsi balans dalam mata bilah secara timbang horisontal. Sekalipun tidak pengaruhi uji abilitas berdiri alamiah-nya bersandar pada warangka.
Tabiat 'potong-bilah' ini ada beberapa kali saya dengar. Terungkap sekian versi, konon muasal sebab tertentu. Larangan sandang pakai di khalayak umum (tanah Sulawesi) dan razia besar-2an dari pihak berwajib. Sementara beberapa orang yang masih ingin melestarikan budaya selip badik sebagai atribut khas kaum lelaki sulawesi umumnya. Untuk alasan ini sedikit diwarnai bumbu mistis, nir-Logika. Prosesi potong bilah tidak bisa dilakukan sembarangan. Harus berdasarkan kajian oknum ber-skill tertentu. Ada perhitungan khusus... mungkin semacam bekal ilmu tayuh dan penyelarasan (revisi) kadar tuah bagi si pemilik. Functionable - fengshui... sehingga pada saat rutinitas selip sandang si badik tidak terpantau. Timbulkan efek kasat mata bagi penglihatan 'niat' oknum perazia. Sekali lagi Allahualam....
Versi beda kubu bilang lain.
Tipikal badik yang mampu lolos saat penggeledahan adalah kategori benda mumpuni. Layaknya tosan aji alias pollobessi pilihan. Memang secara wujud muasalnya sudah ter-kreasi berpondasi tuah-tuah yang mengiringi. Sebuah masterpiece dari para jajaran panre dengan bekalan masing-masing strata keahlian. Kurang-lebih begitu...,
Kembali pada 'nasab' si badik polos maros,
Saya pribadi lebih curious pada spesifik pola pikir menghargai karya leluhur saja. Upaya pelestarian benda rana budaya. Beserta publikasi ala mandiri. Bahwasa-nya suatu benda etnografis macem badik ni, diciptakan melalui prosesi ritual tersendiri. Rangkaian tatakrama dan subsidi harapan via doa maupun mantera. Adalah sangat disayangkan bila membongkar format kandungan yang terlanjur di sisipkan sesuai bahasa programmer-nya. Kecuali demi tujuan up-grade ikonik status. Sah-sah saja...,
Anggaplah pertemuan kami adalah sebuah rangkai filosofi temu jodoh. Apapun keadaan si badik. Mengembalikan sebagai harkat menjaga identitas kekayaan citra nusantara. Andai berharap bisa kembali normal, tentu bukan sentuhan ahli ketok magic yang saya butuhkan. Akan sangat bersyukur.. bila saya ditemukan panre linuwih ber-daya pejje.
Harapan adalah doa... mumpung sedang terhantar masa kesucian Ramadhan. Amin...ya Rabbal Al-Amin... Segala puji bagi Allah... Tuhan yang Maha TerPercaya.
Salam senantiasa bagi semua... Wassalam.
silahkan yg berminat , Mahar : Rp 1.500.000,-