Thursday, August 19, 2010

FS : Badik Polos... ala Maros

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh...,
Beralih item....,
Penampilan badik yang satu ini juga sangat sederhana. Sedikit menyerupai model badik perdana yang saya miliki pada posting sebelumnya. Warna triple-tone, khas nuansa kayu Kemuning. Variasi kuning-krem pastel dan legam coklat. Minimalis lis ukir di pangkal warangka. Sedikit pembeda hanya pada ujung warangka dengan format tirus hujam, sharp tip-toe pointed.
Rentang bilah capai 15.5 Cm. Liuk-nya sedikit lugas, dengan segmentasi cukup menawan. Sangat berbeda dengan tampilan badik khas daerah Bone. Misalnya tipe ala La Gecong. Melangsing kian ke ujung bilah. super tirus... mengecil di bagian pangkal bilah.
Menurut keterangan seorang rekan, Badik ini merupakan khas asal daerah kabupaten Maros. Tentu saja bukan opini absolut bila memang terjadi indikasi salah identifikasi. Bagi saya akan sangat menghargai bila ada input koreksi dari rekan pengunjung blog, yang mungkin lebih paham.

Material bilah kusam. Mungkin hanya campuran bijih besi dan baja, non bahan meteorit. Tampak sekilas mudah di-amati pada jejak pola tempa. Bisa terlihat tehnik lipatan retak material tempa.
Ada sedikit kondisi mengenaskan pada bagian jejak fisik bilah. Mungkin pernah hendak dicoba rekayasa potong panjang bilah. Sehingga terdapat bekas garis penanda, tidak cukup dalam, tapi sangat jelas terlihat. Apakah sinyalemen 'niat' pemilik terdahulu. Wallahualam....,
Namun seperti-nya tujuan itu urung dilakukan. Memang klo dilihat secara center body mata pipih bilah bagian atas agak sedikit bengkok. Alhasil badik ini kehilangan porsi balans dalam mata bilah secara timbang horisontal. Sekalipun tidak pengaruhi uji abilitas berdiri alamiah-nya bersandar pada warangka.

Tabiat 'potong-bilah' ini ada beberapa kali saya dengar. Terungkap sekian versi, konon muasal sebab tertentu. Larangan sandang pakai di khalayak umum (tanah Sulawesi) dan razia besar-2an dari pihak berwajib. Sementara beberapa orang yang masih ingin melestarikan budaya selip badik sebagai atribut khas kaum lelaki sulawesi umumnya. Untuk alasan ini sedikit diwarnai bumbu mistis, nir-Logika. Prosesi potong bilah tidak bisa dilakukan sembarangan. Harus berdasarkan kajian oknum ber-skill tertentu. Ada perhitungan khusus... mungkin semacam bekal ilmu tayuh dan penyelarasan (revisi) kadar tuah bagi si pemilik. Functionable - fengshui... sehingga pada saat rutinitas selip sandang si badik tidak terpantau. Timbulkan efek kasat mata bagi penglihatan 'niat' oknum perazia. Sekali lagi Allahualam....
Versi beda kubu bilang lain.
Tipikal badik yang mampu lolos saat penggeledahan adalah kategori benda mumpuni. Layaknya tosan aji alias pollobessi pilihan. Memang secara wujud muasalnya sudah ter-kreasi berpondasi tuah-tuah yang mengiringi. Sebuah masterpiece dari para jajaran panre dengan bekalan masing-masing strata keahlian. Kurang-lebih begitu...,

Kembali pada 'nasab' si badik polos maros,
Saya pribadi lebih curious pada spesifik pola pikir menghargai karya leluhur saja. Upaya pelestarian benda rana budaya. Beserta publikasi ala mandiri. Bahwasa-nya suatu benda etnografis macem badik ni, diciptakan melalui prosesi ritual tersendiri. Rangkaian tatakrama dan subsidi harapan via doa maupun mantera. Adalah sangat disayangkan bila membongkar format kandungan yang terlanjur di sisipkan sesuai bahasa programmer-nya. Kecuali demi tujuan up-grade ikonik status. Sah-sah saja...,
Anggaplah pertemuan kami adalah sebuah rangkai filosofi temu jodoh. Apapun keadaan si badik. Mengembalikan sebagai harkat menjaga identitas kekayaan citra nusantara. Andai berharap bisa kembali normal, tentu bukan sentuhan ahli ketok magic yang saya butuhkan. Akan sangat bersyukur.. bila saya ditemukan panre linuwih ber-daya pejje.
Harapan adalah doa... mumpung sedang terhantar masa kesucian Ramadhan. Amin...ya Rabbal Al-Amin... Segala puji bagi Allah... Tuhan yang Maha TerPercaya.
Salam senantiasa bagi semua... Wassalam.











silahkan yg berminat , Mahar : Rp 1.500.000,-

Wednesday, August 18, 2010

Menilik Badik Perdana.....,

Lama gak ngisi blog....,
Kali ini saya ingin bahas dikit tentang badik jilid perdana yang saya miliki. Penampilannya sangat bersahaja. Terbungkus rangka kayu Kemuning. Non ornamental hias lapis logam perak seperti umumnya khas pendok maupun pangkal hulu. Cukup sekedar ukiran dangkal di mulut sarung.
Warna variasi dual-tone..., antara kuning mix coklat muda. Rentang bilah gak sampe sejengkal. Sekitar 14,5 cm. Pamor-nya (mungkin) mrambut. Total aura-nya gak menimbulkan rasa garang. Seolah bukan dominasi fungsi khas senjata tikam. So what... terserah kepada penilaian per-masing pihak pengamat.

Jadi terkenang sekitar 20-an tahun lalu. Saya kesulitan mendapatkan informasi runut jenis spesies. Sangat beda dengan kondisi sekarang, ketika geliat internet merajalela. Kemudahan tehnologi informasi memudahkan kita untuk berbaur, tanya-jawab dan ber-interaksi dengan sesama pecinta senjata tradisional dari berbagai daerah. Sangat dimudahkan berkat sarana tehnologi silaturahmi maya. Sebuah wadah masyarakat jaringan.

Harap maklum, saya pribadi bukan berdarah murni sulawesi. Sekalipun secara garis patrilinial masih terkait dengan leluhur suku Selayar. Yang sekalipun runut pertalian keluarga berupa keluarga turunan sulawesi yang berbilang-biak di pulau Sumbawa, bagian NTB. Entitas kami menyebut-nya "sambaha" sebagai dialek khas yang kerap saya akrab dengar.
Setidaknya menjadi alasan titik balik, kesulitan referensi dalam runut item badik terlampir. Rentet kisah, saya mendapatkan dari jalur ayah, melalui hibah-an seorang kerabat. Saat awal masa SMA saya taon 1988 di Malang - Jawa Timur.
Perjalanan kurun waktu. Minat terhadap apresiasi benda etnografis senjata khas saya mulai terbentuk. Sekalipun tentu saja belum kategori getol mengoleksi. Cukup sebagai penikmat, dan selektif berdasarkan limpah-hibah garis keluarga saja. Dan si badik nuansa krem ini senantiasa mendampingi. Jajaran simpanan benda budaya.

Flash-back momentum,
Mungkin bisa disebut ada percik ikat batin . Dulu, pernah sekali waktu ada seorang kerabat di Malang penasaran dengan apa gerangan isi di balik wujud badik ini. Beliau-pun menayuh, titip sekian hari. Masih terkenang deskripsi singkat-nya. Ada fenomena oknum menimba air.. (ngangsu = bahasa Jawa). Paparan serba rambu konotatif. Kemungkinan badik ini pegangan bagi kaum niagawan. Uniknya lagi menambahi... terdengar macam bunyi gelegar dentum pukulan ombak..si Badik "Banyu Segara". Dimaknai sebagai "air samudera". Demikian terjemahan tayuh versi jawa saat itu.
Secara 'kadar' masa (SMA) remaja saya saat itu, tentu bahasa itu belum nyangkut di nalar. Tidak aplikatif di konsumsi jatah logika. Sekedar saya simak apa-adanya. Bukan menyanggah apalagi berdiskusi lebih lanjut. Toh saya sekedar menuruti kemauan ibu, perihal kekhawatiran citra karakter badik yang ditengarai ber-aura panas.
Allahu-alam...., anggapan saya kini itu adalah prosesi konvensional skill seseorang menilik aura-teraphy. Semua berpulang kepada Kebesaran Allah SWT... menitipkan secuil kuasa-NYA terhadap hamba-hamba-NYA yang terpilih.

Peralihan dulu-kini,
Semenjak saya pindah ke Lombok, ada selingan kunjung ke Sumbawa yang saya lakukan. Dan referensi tentang badik masih menjadi sekelumit dilematis. Alasan utama, region sumbawa hanya merupakan sub-distrik sejarah lintas peradapan dan warna khazanah benda etnografis. Untuk bedah relevansi wacana terkait kudu mendulang dari tempat asli-nya, tanah Sulawesi. Negeri para pelaut ulung. Barangkali ini-lah poin makna korelasi 'Air Samudra'. Maha Benar Allah yang menghantarkan kabilah penjelajah samudera. Pengelola akbar qadha dan qadar mahluk demi mahluk ciptaan-NYA.

Last but not least,
Bagi siapa-pun rekan-kerabat pengunjung yang mungkin berkenan berbagi tuah ilmu pengetahuan, sudi kiranya mengisi kolom komentar. Wahana berbagi dan silaturahmi....
Selamat menjalankan ibadah puasa ramadhan 1431 Hijriah.

Wassalam.